Siapa Yang Mengetik Teks Proklamasi

Siapa Yang Mengetik Teks Proklamasi – Nama Sayuti Melik dikenal sebagai orang yang mencetak teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Teks proklamasi yang dicetak Sayuti Melik dan ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta diketahui merupakan teks asli proklamasi.

Sayuti Melik lahir di Rejondani, Yogyakarta pada tanggal 25 November 1908 dengan nama Mohammad Ibnu Sayuti. Nama Melik kemudian ditambahkan untuk melengkapi nama samarannya. Ia dikenal karena tulisan-tulisannya yang kritis terhadap pemerintah kolonial, seperti istrinya C.K. Trimurti yang merupakan tokoh pers nasional.

Siapa Yang Mengetik Teks Proklamasi

Sayuti Melik bersekolah di Sekolah Ongko Loro yaitu tingkat SD di Desa Srowolan sampai kelas 4 SD. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya hingga menyelesaikan pendidikan tingginya di Yogyakarta. Pada tahun 1920-1924, Sayuti bersekolah di sekolah guru di Solo dengan semboyan “belajar sambil berjuang”.

Sosok Sayuti Melik, Tokoh Yang Mengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan

Ayahnya sedikit mengajarkan nasionalisme Sayuti dengan menolak kebijakan Belanda yang ingin menggunakan sawahnya untuk menanam tembakau. Beberapa bulan sebelum lulus, ia ditangkap polisi rahasia Belanda dan dikeluarkan dari sekolah, demikian dikutip dari

Tak putus asa, ia otodidak dengan motto “bertarung sambil belajar”. Sayuti mulai tertarik dengan politik. Dia awalnya menghadiri kelas dan kuliah dari pembaharu Islam dan pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan namun kemudian memutuskan untuk berguru kepada tokoh Islam Haji Misbah.

Pada tahun 1923, Sayuti Melik mulai menulis untuk surat kabar, antara lain Pindah (Solo), Penggugah (Yogyakarta) dan SinarIndia (Semarang). Namun, saat itu sebagian besar masyarakatnya masih buta huruf, sehingga ia berharap tulisan-tulisannya dapat mempengaruhi opini publik melalui kritik tertulis terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Belakangan, karena gerakan politik ini, Sayuti dipenjara hingga diasingkan. Dia adalah polisi rahasia Belanda pada tahun 1924 dan menghabiskan beberapa hari di penjara Ambarawa karena mengadakan rapat umum politik. Pada tahun 1926, ia kembali ditangkap dengan tuduhan membantu pemberontakan KPI, dan setahun kemudian, pada tahun 1927, Sayuti Melik diasingkan ke Boven Digoel hingga tahun 1933.

Dalam Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Gambar Tokoh Diatas Berperan Sebagai​

Pada tahun 1936, ia ditangkap oleh polisi rahasia Inggris dan dipenjarakan di Singapura selama 1 tahun. Setelah diusir dari Singapura, ia kembali ditangkap Belanda, dibawa ke Jakarta dan dipenjarakan di Gang Tengah Jakarta pada tahun 1937-1938.

Sekembalinya dari pengasingan, Sayuti Melik bertemu dengan S.K. Trimurti, aktivis tokoh pemuda yang juga gemar menulis. Mereka juga melakukan berbagai gerakan bersama dan saling melindungi dari penangkapan. Mereka menikah pada 19 Juli 1938.

Setelah menikah, S.K. Trimurti dan Sayuti Melik mendirikan koran Pesat di Semarang. Surat kabar yang terbit tiga kali seminggu ini terbit tiga kali seminggu dengan tiras 2.000 eksemplar. (/tag/sayuti-melik)

Karena penghasilan mereka rendah, mereka juga melakukan pekerjaan rangkap dalam urusan redaksional, percetakan, penjualan, distribusi dan langganan, sebagaimana disebutkan dalam

Teks Asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Halaman 1

Karena dalam tulisannya pemerintah Hindia Belanda mempersoalkan kolonialisme yang dianggap hasutan rakyat, maka Sayuti Melik dan S.K. Trimurti dipenjara satu per satu.

Sayuti Melik sendiri, mantan tahanan politik yang diasingkan ke Boven Digul, menjadi objek pengawasan intelijen Belanda. Sedangkan Trimurti melahirkan seorang anak di penjara.

Setelah Hindia Belanda dijajah oleh Jepang pada tahun 1942, Sayuti dan Trimurti tetap menjadi sasaran pemerintah kolonial. Ia ditangkap karena diduga menyebarkan pamflet PKI dan baru dibebaskan sebelum proklamasi. Sedangkan koran Pesat dibredel dan Trimurti ditangkap pihak Kempetai.

Segera setelah pembubaran BPUPKI, dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang. Tanpa sepengetahuan pihak Jepang, ditambahkan enam anggota baru PPKI, termasuk Sayuti Melik.

Detik Detik Menuju Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sayuti Melik bersama Chayrul Saleh, Sukarni, Vikana dan Shodanko Singgi juga anggota Menteng 31, kelompok tokoh pemuda yang juga berperan dalam penculikan Sukarno-Hatta untuk Rengasdengklok. Anggota Menteng 31 juga memasang pemancar baru untuk menyiarkan berita proklamasi setelah Radio Domei ditutup untuk menyiarkan berita proklamasi.

Setelah kemerdekaan, Sayuti Melik kuliah di Universitas Indonesia (UI) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, meski tidak tamat. Sementara itu, SK. Trimurti adalah menteri di kabinet Amir Syarifuddin I dan II.

Pada Juli 1946, Sayuti Melik ditangkap atas perintah Amir Syarifuddin, karena dianggap terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946 untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Namun, dia dibebaskan setelah menjalani sidang di Pengadilan Militer.

Sayuti Melik kembali ditangkap saat Belanda melancarkan agresi militer II pada Desember 1948 dan dipenjarakan di Ambarawa. Itu dirilis hanya setelah kesimpulan dari Konferensi Meja Bundar (KMB). Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang berlangsung pada 17 Agustus 1945 melewati proses yang sulit. Diawali dengan upaya Sekutu untuk menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki 3 hari kemudian, Kaisar Hirohito akhirnya mengumumkan penyerahan tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.

Mengenal Sayuti Melik Yang Mengetik Teks Proklamasi

Tak lama kemudian, para pemuda yang mengetahui kabar tersebut dari siaran radio BBC Inggris meminta Sukarno dan Hatta untuk segera memanfaatkan situasi dengan mengeluarkan proklamasi.

Namun, dwitunggal menolak karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang. Kalangan senior berpendapat sebaiknya menunggu hingga 24 Agustus, yakni tanggal yang ditetapkan Marsekal Terauchi untuk kemerdekaan Indonesia, saat Soekarno-Hatta-Rajiman diterima di Dalat.

Pada tanggal 15 Agustus 1945, para pemuda di bawah pimpinan Sukarni, Chairul Saleh, Wikana bersepakat untuk memberikan dwitunggal bersama Ibu Fatmawati dan Guntur di Rengasdengklok dengan harapan dapat memenuhi keinginan para pemuda tersebut. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan pada siang hari tanggal 16 Agustus 1945, hingga pada sore hari Ahmad Subarjo datang dan berusaha meyakinkan para pemuda untuk menyerah ganda. Mereka akhirnya setuju dengan jaminan Subarjo bahwa proklamasi akan dilakukan keesokan harinya.

Malam itu juga, rombongan berangkat ke Jakarta menuju rumah Laksamana Maeda di Meiji Dori No.1.1 untuk menyelesaikan masalah tersebut. Setibanya, pembawa acara menjelaskan masalah dan informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Maeda kemudian mengajak ketiga tokoh tersebut untuk bertemu dengan Gunseikan (kepala pemerintahan militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas jalan ke depan. Namun, setibanya di markas Gunseikan di distrik Gambir, ketiganya mendapat tanggapan yang mengecewakan, karena Jenderal Nishimura, yang mewakili Gunseikan, melarang segala upaya untuk mengubah situasi. Mereka harus menunggu sekutu datang lebih dulu.

Mbar Di Bawah Ini Adalah Fatmawati!peran Tokoh Tersebut Di Atas Saat Peristiwaproklamasi

Ketiga tokoh tersebut sepakat bahwa Jepang sudah tidak dapat diandalkan lagi dan kemerdekaan harus segera dideklarasikan. Anggota PPKI yang menginap di Hotel Des Indes langsung diantar Sukarni dan kawan-kawan ke rumah Maeda.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, teks proklamasi disiapkan oleh Soekarno, Hatta dan Soebarjo di kantin Maeda. Naskah dua paragraf yang diisi dengan pemikiran ini diselesaikan dalam 2 jam. Naskah tersebut kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk dicetak. Sayuti Melik didampingi oleh B.M. Diaha dengan cepat mencetak teks banding. Naskah itu kemudian dikembalikan kepada Sukarno untuk ditandatangani.

17 Agustus 1945 pukul 10.00 waktu Moskow, di pelataran Soekarno di jalan. Pegangsan Timur No. 56 teks imbauan dibacakan dalam suasana khidmat. Prosesi yang sebenarnya berlangsung tanpa protokoler ini tidak terlalu mengganggu semangat euforia masyarakat dalam merayakan dan menyebarkan berita luar biasa ini.

Peran wartawan sangat penting dalam acara ini, antara lain Frans dan Alex Mendoer dari IPPHOS yang mengabadikan momen pembacaan proklamasi, B.M. Diaha dan Yusuf Ronodipuro yang turut menyebarkan berita proklamasi melalui berbagai sarana seperti radio, surat kabar, telegram dan mulut ke mulut.

Sayuti Melik, Pengetik Naskah Proklamasi Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like