Perkembangan Sistem Politik Di Indonesia

Perkembangan Sistem Politik Di Indonesia – Perkembangan partai politik Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda sebagai wujud dari bangkitnya kesadaran berbangsa. Setelah itu, partai politik Indonesia berkembang pada masa yang berbeda.

Ada yang mengikuti prinsip politik berdasarkan agama, seperti Masyumi, Partai Islam Sarikat Indonesia, Partai Katolik, dan Partai Kristen Indonesia. Ada juga partai yang berdasarkan ideologi, seperti Partai Nasional Indonesia dan Partai Komunis Indonesia.

Perkembangan Sistem Politik Di Indonesia

Periode ini ditandai dengan kebebasan mendirikan partai politik. Peran partai politik sangat dominan dalam menentukan arah tujuan negara melalui badan perwakilan, dan periode ini diakhiri dengan keputusan presiden pada tanggal 5 Juli 1959.

Perkembangan Sistem Pertahanan/keamanan Siber Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Perkembangan Teknologi Dan Informasi

Periode ini ditandai dengan persaingan antara dua kubu, yaitu Sukarno yang didukung oleh partai berideologi nasionalis, dan PKI yang didukung oleh militer Indonesia dan partai sosialis. Saat itu, partai politik memiliki posisi negosiasi yang lemah, sehingga tidak memiliki keuntungan yang signifikan dalam perpolitikan Indonesia. Periode ini diakhiri dengan pemberontakan G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965.

Pada periode ini, pemerintahan Soeharto melakukan perbaikan sistem politik, antara lain dengan mengurangi jumlah partai politik menjadi hanya tiga, yaitu:

Masa reformasi dimulai dengan tumbangnya rezim Soeharto pada tahun 1998 dalam tragedi Trisakti. Reformasi membawa perubahan pada sistem politik. Posisi partai politik pun berubah, karena diberi kesempatan untuk bangkit dan berpartisipasi dalam pemilu pertama pasca Orde Baru, yakni pada tahun 1999.

Selain itu, lembaga DPR juga terdiri dari partai politik yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan langsung. Presiden dan wakil presiden juga dipilih langsung oleh rakyat sejak tahun 2004. Materi Sejarah Indonesia (Wajib) – Sistem dan Struktur Politik Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi (Bintang 1998) Kelas 12 MIA – Smart Learning

Sistem Politik Indonesia

Halo Sobat Cerdas, kali ini kita masuk ke materi bab 5. Jangan lupa untuk melihat peta belajar Bersama!

Krisis mata uang yang melanda Thailand pada awal Juli 1997 merupakan awal dari peristiwa yang mengguncang nilai tukar negara-negara Asia seperti Malaysia, Filipina, Korea, dan Indonesia. Rupiah dengan kurs Rp2500/US$ terus turun. Situasi ini mendorong Presiden Soeharto untuk meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF). Dukungan IMF disetujui pada Oktober 1997 dengan syarat pemerintah Indonesia harus mereformasi kebijakannya, terutama kebijakan ekonomi. Syarat itu antara lain penghentian subsidi dan penutupan 16 bank swasta. Namun, upaya ini tidak menyelesaikan masalah saat ini.

Upaya pemerintah untuk memperkuat nilai tukar rupiah melalui Bank Indonesia dengan melakukan intervensi di pasar tidak mampu menghentikan penurunan rupiah yang terus berlanjut. Nilai tukar rupiah yang pada bulan Oktober 4000 rupiah/US$ terus terdepresiasi menjadi sekitar 17.000 rupiah/US$ pada bulan Januari 1998. Kondisi ini turut menyebabkan terpuruknya pasar saham di Jakarta, ambruknya perusahaan-perusahaan besar. di Indonesia, yang menyebabkan berakhirnya PHK besar-besaran.

Kondisi ini membuat Presiden Soeharto menerima usulan reformasi IMF pada 15 Januari 1998 dengan menandatangani letter of intent (memorandum of agreement) antara Presiden Soeharto dan Direktur IMF Michele Camdessus. Namun pada saat itu, Presiden Soeharto menyatakan bahwa paket IMF yang ditandatanganinya telah membawa Indonesia ke dalam sistem ekonomi liberal. Artinya, pemerintah Indonesia tidak akan mengimplementasikan 50 poin kesepakatan IMF. Tarik ulur antara pemerintah dan IMF ini memperburuk krisis ekonomi.

Visi Dan Misi

Ketika krisis tumbuh, ketegangan sosial muncul di masyarakat. Pada bulan-bulan pertama tahun 1998, terjadi kerusuhan anti-Cina di beberapa kota. Kelompok ini menjadi sasaran kebencian publik karena penguasaannya terhadap perekonomian Indonesia. Krisis ini juga semakin menyebar dalam bentuk gejolak non-ekonomi lainnya yang mempengaruhi proses perubahan selanjutnya. Sedangkan menurut hasil pemilu keenam yang diselenggarakan pada 29 Mei 1997, Golkar meraih 74,5 persen suara, PPP 22,4 persen, dan PDI 3 persen.

Setelah pemilihan tersebut, perhatian tertuju pada rapat umum MPR pada bulan Maret 1998. Rapat umum MPR memilih ketua dan wakil ketua. Majelis Umum mengembalikan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan lima tahun ketujuh B.J. Habibie sebagai wakil presiden. Beberapa minggu setelah terpilihnya kembali Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia, kekuatan oposisi yang sudah lama terbatas mulai bermunculan. Kritik terhadap Presiden Soeharto terus meningkat, yang ditandai dengan lahirnya gerakan mahasiswa sejak awal tahun 1998.

Gerakan mahasiswa yang mulai mengkristal di kampus, seperti ITB, UI dan lain-lain, semakin gencar pasca terpilihnya Soeharto. Protes mahasiswa besar-besaran di seluruh Indonesia juga melibatkan staf akademik dan pimpinan universitas. Garis besar tuntutan mahasiswa dalam kegiatannya di kampus di berbagai kota, yaitu tuntutan penurunan harga sembako, penghapusan monopoli, persekongkolan, korupsi dan nepotisme (KKN) dan suksesi bangsa. kepemimpinan.

Aksi mahasiswa yang tidak mendapat tanggapan dari pemerintah menyebabkan mahasiswa di beberapa kota mulai melakukan aksi unjuk rasa dan keluar kampus. Hiruk pikuk mahasiswa yang kerap berujung bentrok dengan aparat keamanan, mendorong Menhan/Pangad Jenderal Wiranto mencoba meredam dengan menawarkan dialog. Dialog ini diharapkan membuka kembali komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Namun, para mahasiswa merasa dialog dengan pemerintah tidak efektif karena tuntutan mereka yang paling utama adalah reformasi politik dan lengsernya Presiden Soeharto.

Perkembangan Partai Politik Di Indonesia Dalam Perspektif Sistem Politik Pancasila

Menurut mahasiswa, lawan bicara yang paling efektif adalah lembaga kepresidenan dan MPR. Di tengah protes keras mahasiswa dan lapisan masyarakat lainnya, pada 4 Mei 1998, pemerintah mengumumkan kebijakan menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik. Kebijakan pemerintah tersebut bertentangan dengan kebutuhan yang berkembang pada saat itu. Kenaikan harga BBM dan TDL akan terus memicu pergerakan massa, karena kebijakan tersebut juga berdampak pada kenaikan biaya transportasi dan kebutuhan lainnya. Dalam keadaan yang sedang krisis.

Pada 9 Mei 1998, Presiden Soeharto berangkat ke Kairo (Mesir) untuk menghadiri konferensi G 15. Di dalam pesawat sebelum berangkat, Presiden Soeharto meminta masyarakat untuk tenang dan memahami kenaikan harga BBM. Selain itu, ia mengimbau lawan politiknya agar aparat keamanan turun tangan tegas dalam setiap gangguan. Meski demikian, kerusuhan tidak dapat dibendung, dan gelombang protes dari berbagai lapisan masyarakat terus berlanjut.

Setelah Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998, Wakil Presiden B.J Habibie dilantik pada hari yang sama dengan presiden ketiga Republik Indonesia di bawah arahan Mahkamah Agung pada tahun 1998. istana negara. Dasar hukum pengangkatan Habibie didasarkan pada TAP MPR No VII/MPR/1973, yang antara lain berbunyi “bila Presiden berhalangan hadir, maka Wakil Presiden diangkat menjadi Presiden”. Ketika Habibie menjadi presiden, Indonesia mengalami krisis ekonomi terburuk dalam 30 tahun. Krisis mata uang disebabkan oleh hutang luar negeri yang sangat besar yang menurunkan nilai rupee menjadi seperempat dari nilainya pada tahun 1997.

Krisis yang menyebabkan kegagalan teknis di sektor industri dan manufaktur serta sektor keuangan yang nyaris kolaps diperparah dengan musim kemarau panjang akibat El Nino yang berdampak pada penurunan produksi beras. Selain itu, kerusuhan Mei 1998 menghancurkan pusat-pusat bisnis di kota-kota, terutama di kalangan investor Cina yang menguasai perekonomian Indonesia. Pelarian modal dan jatuhnya produksi dan distribusi barang membuat pemulihan menjadi sangat sulit, menyebabkan inflasi yang tinggi.

Peran Mahasiswa Terhadap Penegakan Demokrasi Di Indonesia

Pengunduran diri Suharto melepaskan energi dan frustrasi sosial dan politik dari stagnasi selama 32 tahun terakhir dan menciptakan kegembiraan umum tentang peluang politik yang kini tampaknya sudah dekat. Mahasiswa dan kelompok pro-demokrasi menyerukan segera demokratisasi sistem politik dan menyerukan pemilihan umum segera untuk memilih anggota parlemen dan MPR, yang dapat memilih presiden dan wakil presiden baru. Selain imbauan agar pemilihan parlemen dilakukan secepatnya, pemerintah juga mendapat tekanan kuat untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjadi ciri khas Orde Baru.

Tugas Presiden B.J Habibie adalah memimpin pemerintahan transisi untuk mempersiapkan dan melaksanakan program reformasi yang komprehensif dan fundamental serta mengatasi krisis yang ada secepat mungkin. Naiknya B.J Habibie ke singgasana kepemimpinan nasional diibaratkan seperti puncak Gunung Merapi yang siap meledak kapan saja. Gunung akan retak jika berbagai masalah politik, sosial, dan psikologis warisan pemerintahan lama tidak segera diselesaikan. Menanggapi kritik bahwa dia dikutuk sebagai orang yang bukan orang yang tepat untuk mengurusi situasi di Indonesia yang sedang dilanda krisis luar biasa.

B.J. Habibie berkali-kali menegaskan komitmennya terhadap reformasi di bidang politik, hukum, dan ekonomi. Habibie secara khusus menyatakan bahwa jabatannya sebagai presiden merupakan amanat konstitusi. Dalam menjalankan tugas tersebut, ia berjanji akan membentuk pemerintahan yang bertanggung jawab sesuai dengan tuntutan perubahan yang dicanangkan oleh gerakan reformasi pada tahun 1998. Pemerintahannya sedang melaksanakan reformasi konstitusi secara bertahap serta komitmen terhadap upaya rakyat untuk memulihkan kehidupan politik yang demokratis dan meningkatkan kepastian hukum.

Dalam pidato pertamanya pada 21 Mei 1998, malam setelah dilantik, pukul 19.30 WIB di Istana Merdeka, disiarkan langsung RRI dan TVRI, B.J. Habibie menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato tersebut dapat dikatakan B.J. Habibie menjawab tuntutan reformasi dengan cepat dan tepat. Beberapa poin penting dalam sambutannya, kabinetnya sedang mempersiapkan proses reformasi di tiga bidang, yaitu:

Mengenal Sistem Pemerintahan, Apa Itu Plutokrasi?

1. Di bidang politik antara lain dengan pemutakhiran berbagai undang-undang untuk meningkatkan kualitas kehidupan politik yang bernuansa sebagaimana disyaratkan oleh Orientasi Haluan Negara (GBHN) TERPILIH. 2. Di bidang hukum antara lain revisi UU Subversi. 3. Di bidang keuangan, dengan mempercepat penyelesaian undang-undang yang menghapuskan monopoli dan persaingan tidak sehat.

Selain itu, pemerintah terus memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan seluruh pihak asing, khususnya dengan melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan kesepakatan dengan IMF. Pemerintah akan terus mendukung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like