Perkembangan Hukum Pidana Di Indonesia

Perkembangan Hukum Pidana Di Indonesia – Dalam melaksanakan undang-undang pidana di suatu negara, hakim dan pengadilan hanya dapat menerapkan undang-undang yang relevan yang ada di negara tersebut. Hal ini merupakan bentuk kontrol negara dalam penegakan hukum. Mengenai bekerjanya hukum pidana, ada 4 (empat) asas yang diakui keberadaannya, yaitu konstitusi daerah, konstitusi nasional yang berlaku (kebangsaan), konstitusi nasional (keamanan) dan konstitusi umum (kesetaraan). Tulisan ini secara khusus akan membahas tentang prinsip kewilayahan.

Salah satu asas hukum pidana adalah konstitusi wilayah atau konstitusi daerah. Berdasarkan asas ini, hukum pidana negara berlaku terhadap setiap masalah hukum yang melakukan tindak pidana di wilayah negara yang bersangkutan. Menurut Profesor van Hattum, setiap negara berkewajiban untuk menjamin keamanan dan ketertiban di wilayahnya.[1] Oleh karena itu, pemerintah dapat menuntut siapa saja yang melanggar undang-undang pidana yang berlaku di negara tersebut. Di Indonesia, aturan yurisdiksi diatur dalam Pasal 2 KUHP (selanjutnya disebut KUHP), yang berbunyi sebagai berikut:

Perkembangan Hukum Pidana Di Indonesia

Selain Pasal 2 KUHP, ketentuan yurisdiksi juga terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976. Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Buku Pengantar Hukum Pidana

“Ketentuan pidana hukum Indonesia berlaku bagi setiap orang di luar wilayah Indonesia yang melakukan kejahatan di atas kapal atau pesawat udara Indonesia”

Sebagai informasi tambahan, Pasal 2 KUHP menyebutkan kata “Indonesia”, namun tidak memberikan rincian yang spesifik. Mengenai hal tersebut diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Ruang Publik. Artikel itu berbunyi:

“Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan gabungan antara daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan lautan dengan lautan dan daratan di bawahnya, dan wilayah udara di atasnya, termasuk semua sumber daya yang terkandung di dalamnya.”

Berdasarkan susunan kata pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan wilayah Indonesia meliputi daratan, perairan, dan ruang udara di atas. Artinya, segala pelanggaran hukum pidana Indonesia, baik di darat, air maupun udara, dapat ditegakkan berdasarkan hukum Indonesia.

Workshop Online Perkembangan Hukum Pidana

Selain itu, Pasal 3 KUHP menunjukkan bahwa selain wilayah Indonesia yang meliputi darat, air, dan udara, hukum pidana di Indonesia dapat digunakan untuk pelanggaran hukum pidana yang terdapat pada kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. Penggunaan kata “di luar wilayah Indonesia” menunjukkan bahwa pembuat undang-undang menganggap bahwa kapal atau pesawat udara tersebut juga merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia. Jika ketentuan ini tidak ada dan tindak pidana tersebut terjadi di atas jet ski atau pesawat terbang Indonesia, maka pelakunya akan dibebaskan dari tuntutan dan hukuman menurut hukum Indonesia.

Selanjutnya ketentuan pasal 3 KUHP diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang perubahan dan penambahan berbagai pasal dalam KUHP Terkait Perluasan Penerapan Hukum Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan . terhadap Perbekalan Penerbangan/Aviation Supplies (selanjutnya disebut UU 4/1976). Dalam Undang-Undang ini disebutkan dalam Pasal 95 bahwa:

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa salah satu aturan penerapan hukum pidana tergantung di mana Anda berada, aturan lokal yang berlaku di Indonesia. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam pasal 2 dan pasal 3 KUHP. Selain itu, mengenai perluasan pengaturan wilayah angkutan udara, juga diatur dalam perjanjian khusus dalam UU 4/1976 yang mengatur tentang penggolongan tindak pidana di dalam pesawat udara yang dapat dituntut. Dengan demikian asas ini berarti bahwa hukum pidana Indonesia berlaku terhadap kejahatan yang terjadi di wilayah Indonesia, di darat, di air dan di udara, serta di atas kapal atau pesawat udara Indonesia. Hukum pidana, khususnya hukuman mati, bersifat universal. waktu dalam sejarah hukum pidana di dunia. Sejak kapan hukuman mati diberlakukan pada peradaban dunia? Namun yang jelas, hukuman mati diakui secara resmi oleh hukum tertulis, yaitu dari adanya tindakan Raja Hammurabi di Babilonia pada abad ke-18 SM. Saat itu ada 25 jenis kejahatan yang diancam hukuman mati.

Awal era Romawi. Dapat dikatakan bahwa hukum Romawi yang tertuang dalam Corpus Iuris Civile berlaku selama hampir seribu tahun atau pada pertengahan abad ke-6 Masehi. Dari sinilah hukum Romawi berkembang untuk mencakup wilayah yang terus berkembang di seluruh Eropa. Ini disebut adopsi (penerimaan) hukum Romawi.

Perkembangan Hukum Perdata

Sejak Abad Pertengahan, banyak pelajar dari Eropa Barat dan Utara belajar di universitas-universitas di Italia dan Prancis selatan (di mana Italia menjadi pusat budaya Eropa). Saat itu, hanya hukum Romawi yang dipelajari. Setelah mereka tiba di tanah air, Hukum Romawi diterapkan jika hukum tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah hukum mereka. Bahkan, terkadang hukum itu sendiri tidak diterapkan dengan sengaja.

Ada kepercayaan terhadap hukum alam dasar, yang dianggap sebagai hukum sempurna yang berlaku untuk semua waktu (zaman) dan tempat, sehingga mereka yang menerima hukum alam ini dapat membebaskan diri dari hukum Romawi yang dipelajari di Italia dan selatan. . Perancis. , jadi hukum kodrat umumnya setara dengan hukum Romawi.

Salah satu negara Eropa yang mengadopsi hukum Romawi adalah Prancis. Ini karena dalam sejarahnya Prancis ditaklukkan oleh Kaisar, sekitar 50 tahun sebelum Masehi. Kemudian pada abad ke-5 M, terjadi perubahan dimana Jerman memasuki Gaul. Awalnya Wetsgotans yang tinggal di Gaul barat daya.

Di bawah Raja Eurich mereka memperluas wilayah mereka ke Provence dan Auvergne dan sebagian besar Spanyol. Setelah Goth Barat, datanglah Burgundi yang menaklukkan daerah yang sekarang dikenal sebagai Savoy, dan dari sana memperluas kerajaan mereka ke selatan.

Korupsi Bansos Dan Contoh Kasus Hukum Pidana Di Indonesia Yang Menyeret Pejabat Tinggi

Kemudian kaum Frank dari Salis di bawah Clovis menaklukkan wilayah utara sungai Loire dan di bawah penerusnya, mereka menaklukkan wilayah Burgundi dan Westgoth (kecuali Languedoc) yang merupakan bagian dari kerajaan Prancis.

Kaisar Napoleon pada 12 Agustus 1800 membentuk panitia yang terdiri dari Portalis, Trochet, Bigot de Preameneu dan Malleville yang bertugas menulis kode. Sumber materi yang dikodifikasi adalah hukum Romawi menurut Pengadilan Prancis dan menurut interpretasi yang dilakukan oleh Potier dan Domat, hukum adat daerah Paris (Coutame de Paris), yang disebut dekrit dan undang-undang yang dibuat. selama Revolusi Perancis (tengah). undang-undang atau undang-undang sementara). Hasil daftar ini diumumkan pada 21 Maret 1804. Pada 1807 diumumkan sebagai “Kode Napoleon”.

Pada abad ke-18, terjadi dua peristiwa mengejutkan yang berdampak besar pada opini publik, yaitu pedagang JEAN CALAS (1762) dari Toulouse dijatuhi hukuman mati. VOLTAIRE mengejarnya dan menyerukan reformasi rezim. Pengadilan ulang dilakukan pada tahun 1765, di mana ditemukan bahwa JEAN CALAS tidak bersalah dan hukuman aslinya dibatalkan; tapi kehidupan JEAN CALAS sudah berakhir;

Peristiwa kedua yang terjadi pada tahun 1764 adalah BECCARIA “Dei delitti e delle pene” yang memprotes penerapan hukuman yang melebihi kemanusiaan dan kekejaman hukuman. Kedua peristiwa ini, selain memberikan saran penggunaan logika pada masa RENAISSANCE (Aufklarung), sangat mempengaruhi pembaharuan hukum pidana.

Asas Teritorialitas Dalam Hukum Pidana Indonesia: Pengertian Dan Perkembangannya

Pada tahun 1791, setelah Revolusi Prancis, KUHP pertama disusun dalam banyak hal yang dipengaruhi oleh gagasan BECCARIA. Pada tahun 1810, dalam pemerintahan NAPOLEON saat ini, KUHP lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran seorang Inggris bernama BENTHAM. Hukum Pidana ini dalam banyak hal selalu ditujukan untuk intimidasi, apalagi jika dianggap sebagai ancaman pidana.

Di Belanda ada gerakan membuat undang-undang pidana pada tahun 1795, baru pada tahun 1809 dilakukan: CRIMINEEL WETBOEK VOOR HET KONINGKRIJK HOLLAND pada pemerintahan LODEWIJK NAPOLEON yang merupakan kodifikasi pertama seluruh negeri.

Revolusi Prancis tahun 1811, yang menetapkan hukum pidana Prancis sebagai penggantinya hingga tahun 1886. Sementara itu C.P. banyak perubahan yang dilakukan, terutama terkait ancaman hukuman atas kekejaman yang akan diurapi. Hukuman siksaan dan hukuman “penggal kepala” dihapuskan. Salah satu peristiwa penting yang terjadi saat itu adalah penghapusan hukuman mati (berdasarkan UU 17 September 1870 stb. No. 162) di Wvs, sedangkan di WvMS terjadi pada masa damai dan tidak dilakukan terhadap musuh. Pada tahun 1881, hukum pidana nasional Belanda diberlakukan dan mulai berlaku pada tahun 1886, yang disebut “WETBOEK VAN STRAFECHT” sebagai pengganti KUHP warisan Napoleon.

Berbicara tentang sejarah hukum pidana tidak dapat dipisahkan dari sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang selama ini. Berkali-kali masa itu mengalami kolonialisme dari negara asing. Hal ini secara langsung mempengaruhi hukum yang berlaku di negara ini, khususnya hukum pidana. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum perdata memegang peranan penting dalam sistem hukum dan negara. Hukum dalam hukum pidana mengatur timbulnya keadaan kosmis yang dinamis. Menciptakan ketentraman sosial dan sesuai dengan keinginan masyarakat.

Hukum Pidana Suatu Pengantar

Hukum pidana menurut van Hammel “semua peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh negara dalam pemeliharaan tata hukum, yaitu untuk mencegah sesuatu yang melawan hukum dan untuk memberikan rasa sakit bagi mereka yang melanggar peraturan tersebut”. Mempelajari sejarah hukum akan mengungkapkan bagaimana hukum hidup dalam masyarakat pada waktu dan tempat tertentu. Sejarah hukum merupakan panduan penting bagi para advokat baru untuk memahami budaya dan institusi hukum.

Hukum Eropa Kontinental adalah tatanan hukum yang merupakan gabungan dari hukum Jerman dan hukum turunan dari hukum Romawi “Jerman Romawi”. Hukum bervariasi tidak hanya dalam ruang dan tempat, tetapi juga dalam waktu dan waktu. Secara umum sejarah hukum pidana di Indonesia terbagi menjadi beberapa periode, yaitu:

Selama masa pemerintahan pulau-pulau itu, banyak kerajaan memilikinya

Perkembangan hukum dagang di indonesia, pembaharuan hukum pidana di indonesia, hukum pidana di indonesia, perkembangan hukum perdata di indonesia, perkembangan hukum islam di indonesia, makalah sejarah hukum pidana di indonesia, perkembangan hukum pidana internasional, hukum acara pidana di indonesia, perkembangan hukum pidana, hukum pidana militer di indonesia, sejarah perkembangan hukum pidana, sejarah hukum pidana di indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like