Kehidupan Sosial Pada Masa Orde Baru

Kehidupan Sosial Pada Masa Orde Baru – Pada awalnya Orde Baru muncul disertai dengan harapan baru akan cita-cita demokrasi di Indonesia. Namun, seiring berjalannya pemerintahan Soeharto, pluralitas demokrasi semakin berkurang dan oligarki politik semakin terbangun – berujung pada gagalnya cita-cita demokrasi.

Orde Baru pada awalnya merupakan tumpuan harapan bagi munculnya kehidupan politik yang demokratis setelah mengalami masa-masa sulit di bawah otoritarianisme Orde Lama. Namun ironisnya, Orde Baru justru melanjutkan kebijakan oligarkis Orde Lama, meski dalam paket yang berbeda. Jika orde lama melegitimasi kebijakan oligarkisnya atas dasar revolusi yang belum selesai, sebaliknya orde baru melegitimasi kebijakan oligarkisnya atas dasar pragmatisme pembangunan.

Kehidupan Sosial Pada Masa Orde Baru

Pertama, kalangan intelektual pendukung orde baru menganggap tumbangnya orde lama adalah saat yang tepat untuk mengoreksi kebijakan rezim yang penuh konflik politik dan ideologi. Saat itu, sikap tersebut diperkuat dengan anggapan bahwa politik kerakyatan yang berlandaskan ideologi sudah usang.

Kurikulum Orde Baru: Sentralistik, Sesak Doktrin, Miskin Seni

Bahwa perkembangan politik di negara-negara Barat memandang perlunya menghentikan persaingan ideologis dan politik. Di tengah permasalahan dunia yang semakin kompleks, terutama isu perkembangan ekonomi dan kemajuan teknologi, diperlukan langkah-langkah pragmatis untuk mencapai hasil yang lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan berlarut-larutnya persaingan ideologis dan politik.

) yang bertekad untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga tidak perlu masuk ke dalam perdebatan panjang yang melibatkan pluralitas aspirasi untuk memutuskan kebijakan.

Oleh karena itu, pembangunan dan modernisasi merupakan instrumen yang diyakini sebagai antitesis sistem politik orde lama yang didominasi oleh penguasa tradisional dan oligarki elite partai. Oleh karena itu, para intelektual pendukung orde baru berpendapat, sebagaimana dituturkan oleh Mohtar Mesha, bahwa restrukturisasi politik setelah tahun 1966 harus direncanakan untuk membangun sistem politik modern yang tertib.

Sistem ini merupakan mekanisme yang dapat menjamin proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang cepat, efisien dan efektif untuk mempercepat pembangunan dan modernisasi cita-cita – bahwa cita-cita pembangunan dan modernisasi memerlukan sistem kelembagaan politik yang efisien, tertib dan demokratis.

Dampak Positif Dan Negatif Masa Orde Baru

Namun, beberapa intelektual independen seperti Dr. Umar Kayam berbeda sikapnya tentang pelaksanaan pembangunan dan modernisasi yang tidak cukup hanya dengan membangun mekanisme kelembagaan politik yang representatif. Sebab, kekuatan lama oligarki partai politik memiliki pengaruh yang kuat di lembaga-lembaga politik pasca 1966, sehingga aspirasi politik rakyat yang majemuk akan terus sulit didengar.

Oleh karena itu diusulkan untuk membentuk sistem politik dengan membentuk partai massa sesegera mungkin untuk melawan kekuatan elit oligarki partai politik warisan orde lama yang masih berpengaruh. Mekanisme politik yang membuka seluas-luasnya ruang partisipasi demokrasi bagi masyarakat. Cerita dalam artikelnya dengan judul

Menyebutkan bahwa dr. Umar Kayam mengusulkan adanya sistem demokrasi massa yang pluralistik dan multipartai yang akan memenuhi aspirasi majemuk massa.

Namun pemikiran progresif tersebut pada saat itu tidak realistis bagi sebagian intelektual lain yang melihat bahwa demokrasi massa yang membuka seluas-luasnya partisipasi rakyat belum sepenuhnya siap diwujudkan dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak menentu. Demokrasi massa pada akhirnya tentu membutuhkan mobilisasi massa dan komunikasi yang membutuhkan usaha (

Pengaruh Kebijakan Politik Dan Ekonomi Masa Orde Baru

Oleh karena itu, seperti yang terlihat dalam pernyataan Mendiknas Mashuri (menjabat periode 1968-1973), gagasan membangun lembaga politik yang kuat dan representatif melalui birokrasi dan perwakilan politik lebih menjanjikan kepastian dan efektivitas dalam mencapai tujuan daripada menyerap . Aspirasi rakyat melalui mobilisasi dan komunikasi. Masyarakat ditengah kondisi yang tidak menentu.

Salah satu teori pelembagaan politik modern yang populer saat itu – dan mungkin menjadi acuan para elit dan intelektual Orde Baru – adalah tesis Samuel P. Huntington (1965). Seperti dikutip Mohtar Mas’oed dalam

, Huntington berpendapat bahwa partisipasi masyarakat di negara baru harus disalurkan secara tertib melalui lembaga politik dan birokrasi tertentu, agar tidak terjadi kekacauan akibat mobilisasi sosial yang tidak terkendali di tengah keadaan sosial yang tidak menentu. Bagi Huntington, yang lebih penting bagi masyarakat bangsa baru adalah pelembagaan politik.

Namun, sejarah mencatat bahwa Orde Baru memilih jalan yang bertolak belakang dengan semangat dan harapan yang dibangun pada awal berdirinya rezim tersebut. Alih-alih menerapkan pelembagaan politik modern dengan prinsip profesional-kolegial seperti yang diidealkan Huntington, Orde Baru justru membangun sistem oligarki politik melalui pemusatan kekuasaan di tangan eksekutif.

Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia

Para elit Orde Baru merekayasa restrukturisasi politik melalui sentralisasi pemerintahan dengan menempatkan para pejabat ABRI pada jabatan-jabatan publik yang strategis—yang kemudian dikenal dengan istilah rangkap jabatan. Pemerintah juga memberikan banyak kekuasaan kepada para teknokrat dan perwira militer. Sementara itu, tokoh sipil dan intelektual progresif semakin kehilangan pengaruhnya di jabatan publik.

Selain itu, restrukturisasi politik dilakukan dengan kooptasi partai politik melalui penguasaan mekanisme perwakilan di parlemen. Pemerintah Orde Baru mengontrol representasi kepentingan dengan membatasi dan mengarahkan partisipasi politik di parlemen dan organisasi sosial untuk mendukung kepentingan nasional baru, yaitu pembangunan ekonomi dan modernisasi politik.

Keseragaman aspirasi politik dalam kegiatan mempersatukan demi kepentingan nasional jelas menghambat vitalitas aspirasi yang harus ditempuh dalam demokrasi. Selain itu, pengangkatan perwira dan teknokrat Abri ke jabatan publik—kebanyakan dari kalangan sendiri dan teman dekat—menunjukkan munculnya politik kronis dan pola patron-klien. Pada saat yang sama, tokoh-tokoh independen dan progresif – pendukung demokrasi – disingkirkan dari jabatan publik.

Menempatkan orang pada jabatan publik yang tidak berdasarkan sistem ketenagakerjaan profesional menjadi preseden awal munculnya politik kronis yang membuka jalan bagi nepotisme dan korupsi pada periode berikutnya. Dengan menempatkan teman-temannya pada jabatan publik, pemerintah Orde Baru bermaksud membangun jaringan kekuasaan oligarkisnya sendiri, menghindari perdebatan ideologis yang bisa muncul dari tokoh-tokoh independen di luar kendali kekuasaan.

Perkembangan Kebudayaan Indonesia Menuju Negara Maju

Meski dikritik banyak pihak, kebijakan restrukturisasi politik Orde Baru menemukan pembenaran dan alasannya. Bagi Ali Murtop – yang saat itu menjabat sebagai asisten politik pribadi Presiden Soeharto – restrukturisasi politik harus dipahami sebagai langkah rasional untuk ‘normalisasi politik’, yang akan menjamin stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi.

Namun segera terlihat jelas bahwa kebijakan restrukturisasi politik tidak lebih dari konsolidasi politik oligarki Orde Baru. Segera menjadi jelas bahwa restrukturisasi politik orde baru menghilangkan momentum dan harapan akan terwujudnya perubahan mendasar dalam kehidupan demokrasi yang semula diimpikan. Restrukturisasi politik di awal Orde Baru justru memberi ruang legitimasi dan pijakan bagi sebagian elit Orde Baru dalam mengkonsolidasikan kekuatan politiknya sekaligus menekan kemandirian politik. Akhirnya dominasi militer dan teknokrat meningkat di berbagai posisi publik.

Setelah berhasil mengkooptasi dan menguasai suprastruktur politik di tingkat elit dan lembaga negara, Orde Baru kemudian mengkonsolidasikan pengaruh politiknya di akar rumput melalui proyek yang saat itu dikenal sebagai buldoser politik. Melalui operasi khusus (Opsus) dan berbagai regulasi politik untuk mengalahkan Partai Golongan Karya (Golkar) pada Pemilu 1971, Orde Baru menerapkan kebijakan korporatisasi dan kanalisasi untuk mereduksi peran ormas.

Pemerintah orde baru, melalui berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Amir Mahmoud – yang berkuasa dari tahun 1969 hingga 1982, serta lobi dan campur tangan Ali Murtuf di belakang layar, berhasil mengkooptasi, mengintimidasi bahkan membagi konsolidasi Pimpinan organisasi kemasyarakatan. Operasi khusus Ali adalah tungku yang mematangkan persoalan internal ormas.

Masa Akhir Orde Baru.

Dengan mengintervensi secara sepihak, memanfaatkan potensi konflik internal, pemerintah pada dasarnya telah menutup ruang kontestasi dan persaingan demokrasi di setiap lini kepemimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas).

Pemerintah Orde Baru berusaha mengendalikan berbagai kepentingan golongan melalui kebijakan penyaluran organisasi kemasyarakatan, agar berbagai aspirasi dan kepentingan rakyat tidak bertentangan dengan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah membatasi saluran aspirasi melalui asas legalitas.

Setiap organisasi gereja harus mendapat restu dari pemerintah melalui dukungan pimpinan organisasi gereja sesuai dengan hukum dan selera pemerintah. Kebijakan politik buldoser efektif memberantas dasar kesadaran dan pengaruh politik rakyat (depolitisasi), terutama di pedesaan dan menciptakan massa mengambang (

Proyek penghancuran politik ala Orde Baru ternyata berimplikasi lebih jauh pada keberadaan berbagai kekuatan politik kerakyatan. Berbagai organisasi dan perkumpulan sosial politik kehilangan pengaruh dan kemandiriannya akibat intervensi, kooptasi bahkan intimidasi oleh pemerintah Orde Baru. Proyek buldoser politik Orde Baru berhasil menimbulkan arus besar depolitisasi berupa sikap apatis dan skeptisisme di kalangan rakyat karena hak-hak politik rakyat dalam negara dirampas, digantikan oleh pragmatisme dan intimidasi politik. Terakhir, kemandirian politik masyarakat semakin terbatas karena setiap aktivitas politik di ruang publik selalu diawasi dan dicurigai.

Historia Studies Club: Perkembangan Politik Dan Ekonomi Masa Orde Baru

Disclaimer: Opini adalah pendapat penulis, isi opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan bukan bagian dari tanggung jawab redaksi.

“Dalam jangka panjang, sumber daya manusia Anda adalah basis kompetitif utama Anda. Indikator utama Anda tentang di mana Anda akan berada dalam 20 tahun…

PDIP menang dua kali berturut-turut, pada 2014 dan 2019. Akankah PDIP menang lagi pada 2024? Apa kuncinya?

Penolakan pendirian tempat ibadah yang terjadi di Kota Silegon kembali diperbincangkan. Itu agama siapa sebenarnya?

Rentetan Praktik Pembredelan Pada Media Massa Oleh Orde Baru

Transisi ke standar baru atau standar baru terus diwarnai dengan sikap tidak hormat dan rendahnya publisitas terkait protokol kesehatan dan mekanisme yang harus diterapkan antara…

Salafi, Wahhabisme dan Hizb Ut-Tahrir sering dianggap sama karena cenderung puritan. Paham ini dianggap sebagai sumber gerakan Islam ekstrim di dunia. Bagi orang Indonesia,…

Pang Suma dianggap sebagai ksatria yang hebat. Kemampuannya mengalahkan pimpinan militer Jepang membuat takut Jepang. Apalagi senjata yang digunakannya hanya mandau milik tetangga. “Tunggu dulu… saya masih kelas Dr di Madrasah Abtidiyyah (tingkat S.S.D., ED), ketika gejala runtuhnya kekuasaan orde lama mulai terlihat jelas. Mungkin saya tidak akan merasakan apa-apa jika “semangat baru” tidak terwujud dalam keluarga, suatu bentuk semangat penolakan terhadap kekuasaan orde lama, yang telah lama dicari, karena di tangan “yang lama ” tidak ada kekuatan. Hamka, Natsir, Roem dan beberapa tokoh demokrasi lainnya di penjara?

Ini adalah gairah yang mengalir dalam keluarga saya, seperti yang tumbuh dalam diri setiap orang

Kehidupan Politik Dan Ekonomi Bangsa Indonesia Pada Masa Orde Baru

Hukum pada masa orde baru, kehidupan sosial budaya pada masa orde baru, akhir masa orde baru, kehidupan ekonomi pada masa orde baru, sosial budaya pada masa orde baru, penataan kehidupan politik pada masa orde baru, kebijakan sosial pada masa orde baru, politik masa orde baru, kehidupan ekonomi masa orde baru, keadaan sosial pada masa orde baru, kehidupan politik masa orde baru, kehidupan bangsa indonesia pada masa orde baru

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like