Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Perekonomian Indonesia

Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Perekonomian Indonesia – Pandemi COVID-19 menjadikan tahun 2020 sebagai tahun yang sulit bagi semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Per 30 Mei 2020, jumlah kasus terkonfirmasi di Indonesia mencapai 25.773 orang, dimana 7.015 pasien dinyatakan sembuh dan 1.573 diantaranya meninggal dunia (Worldometer 2020). Sayangnya, kapasitas testing harian di Indonesia per 25 Mei 2020 masih tergolong rendah yakni 0,02 orang per 1.000 orang. Kapasitas pengujian masih jauh tertinggal dari negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura yang mencapai 0,27 dan 0,68 orang per 1.000 orang (data Our World 2020). Akibatnya, data jumlah kasus yang dilaporkan mungkin lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Pemerintah juga berusaha mencegah penyebaran epidemi di negara tersebut. Salah satunya dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Daerah pertama yang menerapkan PSBB adalah DKI Jakarta yang dimulai pada Jumat, 10 April 2020. Hingga pertengahan Mei 2020, sudah ada empat provinsi dan 12 instansi/kota yang menerapkan PSBB.

Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Perekonomian Indonesia

Berdasarkan grafik di atas, perbandingan rata-rata pertumbuhan jumlah kasus sebelum dan sesudah pemberlakuan PSBB menunjukkan penurunan sekitar 3,18% secara nasional. Daerah pusat gempa juga menunjukkan pertumbuhan paling sedikit. Meski begitu, fakta tersebut belum cukup untuk membenarkan bahwa PSBB berhasil memitigasi penyebaran COVID-19 jika mobilisasi masyarakat belum bisa ditekan secara maksimal dan kapasitas testing di daerah masih minim. Sebaliknya, beberapa provinsi masih melihat pertumbuhan kasus mingguan.

Analisis Kinerja Keuangan: Sesudah Dan Sebelum Krisis Ekonomi Global 2008 Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia

Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan kewaspadaan dan memastikan fasilitas kesehatan yang tersedia memadai (Yazid dan Palani 2020). Pemerintah daerah sebaiknya fokus pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk tujuan pencegahan dan penanganan COVID-19, seperti peningkatan kapasitas testing, memastikan ketersediaan alat pelindung diri bagi tenaga medis, memastikan jumlah ruangan yang cukup untuk rawat inap. , memastikan bahwa masyarakat berlaku

Dunia diperkirakan akan menghadapi tantangan ekonomi paling rumit dari krisis keuangan global dan akan mengalami resesi terburuk sejak itu.

(Gopinat 2020). Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani mengatakan posisi capital outflow Indonesia pada triwulan I 2020 tercatat senilai Rp145,28 triliun. , dua kali lipat dari krisis keuangan global 2008 yang dinilai dalam rupiah. 67,9 triliun (Katadata 2020).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami tekanan yang cukup besar sejak kasus pertama COVID-19 dilaporkan di Indonesia. IHSG bahkan jatuh ke posisi terendahnya di 3.937.632 pada 24 Maret 2020. Penurunan suku bunga Fed 15 Maret 2020 sebesar 100 basis poin tampaknya memberikan tekanan pada IHSG. Menurut Baker et. al.(2020), tidak ada epidemi penyakit menular sebelumnya yang berdampak serius di pasar saham seperti pandemi COVID-19, karena pandemi ini memiliki implikasi serius bagi kesehatan masyarakat dan penyebaran virus yang cepat saat ini.

Separah Apa Risiko Resesi 2023? Ini Peluang Cuan Investasi Menurut Budi Hikmat

Menyebabkan kemunduran di berbagai sektor usaha, bahkan ada yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan per 1 Mei 2020, pandemi COVID-19 mengakibatkan pemutusan hubungan kerja terhadap 1.032.960 pekerja di sektor formal, pemutusan hubungan kerja terhadap 375.165 pekerja di sektor formal, dan berdampak pada 314.833 pekerja di sektor formal. sektor informal (Kementerian). dalam Ketenagakerjaan 2020). Selain itu, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi jumlah pengangguran di Indonesia akibat COVID-19 pada triwulan II 2020 akan meningkat menjadi 9,35 juta orang dengan skenario terburuk. Hal ini semakin menambah jumlah penduduk yang termasuk dalam golongan miskin dan rentan.

Berdasarkan Gambar 3 di atas, diperkirakan pandemi ini menyebabkan peningkatan jumlah penduduk miskin menjadi 106,9 juta orang. Dengan kata lain, sekitar 82 juta penduduk Indonesia atau setara dengan 30% dari total penduduk Indonesia berisiko menjadi miskin (TNP2K, 2020). Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diperkirakan hanya tumbuh sekitar 2,1% bahkan bisa melambat hingga -3,5% (Bank Dunia 2020). Hal ini memberikan sinyal kepada pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah bantuan yang tepat bagi sektor-sektor yang paling terpukul dan bagi mereka yang menghadapi kesulitan ekonomi akibat COVID-19.

Pada 26 Maret 2020, Indonesia berpartisipasi dalam KTT Luar Biasa G20 untuk membahas upaya negara-negara anggota G20 dalam penanganan COVID-19. Tiga poin utama disepakati dalam konferensi tersebut. Pertama, fokus pada kebijakan nasional dan kerjasama multilateral untuk pencegahan dan penanganan COVID-19 dari perspektif kemanusiaan dan kesehatan. Kedua, mendorong sinergi otoritas moneter, anggaran, dan keuangan. Ketiga, mendorong lembaga internasional (IMF dan Bank Dunia) untuk meningkatkan pembiayaannya guna mengatasi kekurangan likuiditas dolar dalam skala global. Menanggapi hasil KTT G20, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK sepakat berkoordinasi untuk mengendalikan perekonomian dan mengurangi beban masyarakat akibat COVID-19 (Bank Indonesia 2020).

Dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah Indonesia telah mencanangkan tiga rencana stimulus ekonomi. Dalam paket stimulus ekonomi ketiga tertanggal 31 Maret 2020, pemerintah Indonesia membelanjakan Rp405 triliun atau setara dengan 2,5% produk domestik bruto (PDB) Indonesia (Satriawan 2020). Dana dialokasikan untuk empat item program, yaitu jaring pengaman sosial (27%), bantuan kesehatan (19%), bantuan industri (17%) dan pemulihan ekonomi nasional (34%). Castro (2020) menyatakan bahwa kebijakan yang paling efektif untuk memitigasi dampak hilangnya sebagian pendapatan rumah tangga akibat pandemi ini adalah dengan meningkatkan.

Pdf) Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Perekonomian Daerah

(UI). Asuransi Pengangguran merupakan program yang tepat untuk melindungi pekerja yang menganggur dari potensi jatuh ke dalam kemiskinan. Sebagai

, asuransi pengangguran mengurangi waktu respons kebijakan fiskal diskresioner yang dapat dihalangi oleh masalah politik dengan mendistribusikan kembali uang kepada individu untuk mempertahankan daya beli (Maggio dan Kermani 2016).

Indonesia sebenarnya telah mengadaptasi model ini melalui program Kartu Prakerja. Sasaran utama penyaluran kartu prakerja adalah mereka yang terkena PHK, pekerja informal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak COVID-19. Ada dukungan pelatihan Rp1.000.000,00, insentif pasca pelatihan Rp2.400.000,00 dan insentif survei Rp150.000,00 per peserta. Sekarang porsi insentif telah ditingkatkan melebihi jumlah nominal yang diberikan untuk pelatihan. Program ini berubah dari desain aslinya untuk mencakup kelas pekerja yang tidak termasuk dalam 40% keluarga termiskin, tetapi berisiko menjadi miskin karena kehilangan sumber pendapatannya.

Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya untuk memitigasi dampak COVID-19. Untuk memastikan rupiah tetap stabil, Bank Indonesia mengklaim akan terus mengintervensi pasar baik lokal, DNDF, maupun dengan membeli SBN di pasar sekunder (Bank Indonesia 2020). Selain itu, Bank Indonesia melalui rapat Dewan Gubernur pada 13-14 April 2020 memutuskan untuk menerapkan kebijakan

Ancaman Krisis Ekonomi Akibat Covid 19

, salah satunya adalah GWM terendah. Bank Indonesia telah menyuntikkan hampir Rp 300 triliun ke perbankan sejak awal tahun 2020. Berbagai langkah stimulus yang dilakukan Bank Indonesia tampaknya memberikan kepastian bagi pelaku pasar tentang proyeksi citra perekonomian Indonesia ke depan. Dengan demikian, tekanan di pasar keuangan, pasar modal, dan sektor riil harus lebih bisa dikendalikan.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva menyambut baik langkah fiskal dan moneter yang diambil beberapa negara. Namun, peran kebijakan fiskal akan lebih penting dalam mengendalikan dampak ekonomi dari pandemi ini (World Economic Forum 2020). Furman (2020) berpendapat bahwa Resesi Hebat memberikan pelajaran bahwa kebijakan fiskal bisa sangat efektif dalam merangsang permintaan agregat ketika Fed tidak dapat menangani kebijakan moneter ketat. Stimulus fiskal yang ditargetkan – misalnya,

, dan mendorong konsumsi masyarakat, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi meskipun defisit keuangan memburuk. Namun demikian, kebijakan moneter diperlukan untuk menjaga stabilitas inflasi, nilai tukar rupiah dan dinamika pasar keuangan.

Sayangnya, berbagai kebijakan di atas menjadi kurang efektif jika krisis kesehatan masyarakat tidak segera diatasi. Ada kemungkinan penyebaran epidemi gelombang kedua saat Indonesia mulai membuka kembali perekonomiannya yang memperkenalkan sebuah era.

Dekan Feb Undip: Diplomasi Ekonomi Kunci Sukses Hadapi Perubahan Tatanan Ekonomi Global

Periode ini membawa angin segar bagi berbagai sektor ekonomi seperti transportasi dan pariwisata yang terpuruk akibat pandemi ini. Berbagai jenis kegiatan, seperti logistik, kesehatan, serta layanan hiburan dan pendidikan

Harus tumbuh pesat di era baru ini. Namun, era ini menghadirkan tantangan besar bagi Indonesia karena kapasitas kesehatan (fasilitas dan tenaga medis) masih minim. Apalagi jika protokol kesehatannya ketat dan

Baker, Scott R., Nicholas Bloom, Steven J. Davis, Kyle J. Kost, Marco C. Sammon, dan Tasaneeya. “Dampak Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya di pasar saham.”

Selamat datang di website resmi dashboard ekonomi makro * PDB triwulan III 2021 meningkat 3,51% dibandingkan triwulan III 2020. * Inflasi Desember 2021 tercatat 1,75% year on year (bps). * NPI September 2021 (Q3) mencatat surplus hingga US$10,69 miliar (bps) * Neraca transaksi berjalan Indonesia triwulan III 2021 mencatat surplus hingga US$4,47 miliar (bps)

Capital Asset Management

[ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami. — [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman yang lebih baik di situs web kami Saya menerima / Saya menerima Krisis ekonomi adalah salah satu hal yang paling ditakuti oleh negara-negara di dunia. Bagaimana tidak, jika ini terjadi, kerugian ditanggung pemerintah dan masyarakat secara bersamaan.

Memang, seperti dilansir Kompas, sejumlah ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan negatif pada kuartal II dan III 2020.

Menurut Market Business News, krisis ekonomi adalah kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan drastis.

Secara umum, negara yang menghadapi situasi ini akan mengalami penurunan GDP (gross domestic product), penurunan harga real estate dan saham, serta fluktuasi harga akibat inflasi.

Tantangan Ekonomi Indonesia Dan Bauran Kebijakan Atasi Dampak Covid 19

Kejadian ini sungguh menakutkan. Sebab, akan banyak pihak yang dirugikan jika terjadi krisis ekonomi di suatu negara.

Selain itu, terjadi pula kenaikan harga-harga pokok yang memusingkan, penurunan konsumsi, penurunan nilai tukar yang tidak terkendali, dan penurunan pertumbuhan ekonomi yang drastis.

Menurut Detik, salah satu penyebabnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like